MASA LALU TIONGHOA UNTUK IMLEK INDONESIA MASA KINI

MASA LALU TIONGHOA  UNTUK  IMLEK INDONESIA MASA KINI
Barongsai Aceh tampil pada PBT Banda Aceh (sumber: Rencongpost.com)

Anicetus Windarto

Sejak tahun 2005, perayaan Tahun Baru Imlek di Jogja menggelar Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY). Memasuki tahun ke-15 ini, PBTY memusatkan salah satu acaranya di rumah peninggalan dari Kapiten Tionghoa, Tan Jin Sing alias KRT Secodiningrat (1760 - 1831) mulai Minggu (2/2/2020) hingga Sabtu (8/2/2020). Kabarnya, rumah tersebut sudah dibeli Pemda DIY dan telah direnovasi. Di rumah itulah sebuah “living museum” direkayasakan berisi barang-barang keperluan rumah tangga orang Tionghoa Peranakan dari masa lalu – bukan masa kini. Pelestarian rumah berusia hampir 200 tahun dan nyaris jadi puing itu bukan kebetulan. Sejak 2017, calon museum itu diinginkan sebagai salah satu pusat perhatian dalam PBTY tahun 2020.

 

Penting untuk diketahui bahwa semasa hidupnya Tan Jin Sing pernah mendapat julukan yang berbau diskriminasi rasial sebagai seorang yang “bukan lagi Cina, belum Belanda dan Jawa setengah matang” (Jawa: Cina wurung, Londo durung, Jawa tanggung). Peter Carey melaporkan hal itu dalam Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java 1755 – 1825 (terbit 1984) dan tertulis pada salah satu sampul depan bukunya (terbit 2017) yang berjudul:

Inggris di Jawa 1811 – 1816

Cina wurung, Londo durung, Jawa tanggung

Pitutur Keraton Yogya mengenai eks Kapiten Cina, Tan Jing Sing

(pasca-1813, Raden Tumenggung Secodiningrat).

 

Julukan yang sesungguhnya bernada diskriminasi SARA (Sosial, Agama & RAsial) tersebut, apalagi kafir, sulit untuk dibantah masih cukup efektif dan operatif digunakan untuk aksi-aksi intoleransi dalam hidup sehari-hari di Jogja masa kini. Maka, menanggapi peristiwa tepuk tangan diskriminasi - intoleran, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyatakan bahwa “Di Indonesia t i d a k  a d a  k a f i r” (Kompas.com, 14/01/2020).

 

Selanjutnya, untuk (si)apakah perayaan Tahun Baru Imlek - melalui PBTY - dipanggungkan dalam hidup ber(se)sama yang bukan sekadar aksi “s p o n t a n” belaka - sebagaimana diduga Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi atas peristiwa tepuk tangan di atas - dan belum terlalu lama dibebaskan melalui Keppres No. 6/2000 di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Presiden Gus Dur tidak takut menganulir Inpres No. 14/1967 yang diterbitkan penguasa rejim Orde Baru, Jenderal Besar Soeharto, dan juga akrab serta dekat dengan beberapa pengusaha Tionghoa. Lalu, apa Yang Sudah Hilang dari Tan Jing Sing alias Secodiningrat dari masa lalu untuk Imlek Indonesia masa kini?